Friday, October 27, 2006

Aku Ingin Mencintaimu dengan Sederhana



Apa! kamu ingin menyanyikannya sehabis akad nikah nanti?

Mengejutkan mendengarnya, meski aku tahu kata orang kamu memang romantis, tapi tanpa bukti, aku sih anggap angin lalu saja (^.^) atau... mungkin pencinta alam yang nggak bosen-bosen naik turun gunung seperti kamu memang termasuk orang romantis. Um model Soe Hok Gie lah.

Tadi malam juga ada sms masuk soal puisi SDD:"backsound: Aku Ingin mencintaimu dengan sederhana with piano & biola, ok :D" kalau itu memang sms kangen—yang sedikit romantis, tergantung suasananya—atau ihik sms yang bikin kangen maksudnya.

Hem, sejarah pertama dengar puisi ini waktu jaman sekolah dulu, jaman timik-timik... waktu itu blum hapal benar nada yang mengiringinya, karena hanya mendengarkan sesekali di radio, sampai tiba saat mati lampu bersama seorang pecinta gunung dengan petikan gitarnya, kami menyanyi, sementara kamar sebelah cerita-cerita hantu...hiiii....

Lalu, di suatu sore sehabis hujan, di bawah pohon beringin rindang depan rumah jeruk, seorang penggemar sepeda ontel yang sedang melamun di bangku batu dingin mengenalkan aku pada sebuah puisi lain: Hujan Bulan Juni, puisi mengenai gambaran perasaan paling indah yang tidak (perlu) tersampaikan…

Sejak itu banyak puisi SDD yang menemukanku, semuanya simple tapi sangat bermakna, sama halnya dengan SDD sendiri. Selepas musikalisasi puisi hujan bulan juni, sekitar dua tahun yang lalu, dari bosku, aku menikmati musikalisasi puisi lain yang indah sekali, lewat kaset. Dan ternyata setahun kemudian Dua Ibu ini muncul musikalisasi puisi SDD dalam bentuk CD, yang seperti ditulis mas Jay: dinyanyikan Dua Ibu (Reda Gaudiamo dan Tatyana) dalam album “Gadis Kecil” yang isinya 11 lagu puisi SDD.


Karena itu, di sini, untuk sebuah aroma sehabis hujan, aku sisipkan puisi SDD lain yang belum tercakup di gadis kecil (di musikalisasi lain ada siy...), yang sangat kusuka dan kukenal dari seseorang yang sekarang berada di suatu tempat di ujung dunia, yang dengan curangnya memiliki banyak kesempatan untuk menikmati cemara udang bergerak selayak bermusik ketika tertiup angin (huaah pengen… dan kangen lihat kamu makan donat pagi hari, masih suka dengerin flower of carnage pak?)

PADA SUATU PAGI HARI

Maka pada suatu pagi hari ia ingin sekali menangis sambil berjalan tunduk
sepanjang lorong itu. Ia ingin pagi itu hujan turun rintik-rintik dan lorong
sepi agar ia bisa berjalan sendiri saja sambil menangis dan tak ada orang
bertanya kenapa. Ia tidak ingin menjerit-jerit berteriak-teriak mengamuk
memecahkan cermin membakar tempat tidur. Ia hanya ingin menangis lirih saja
sambil berjalan sendiri dalam hujan rintik-rintik di lorong sepi pada suatu
pagi. (1973)
[Sapardi Djoko Damono, Hujan Bulan Juni, Jakarta: Gramedia, Cet. II, 2003, hlm. 66]



* * *
- never met someone like you -